Nginep Rasa Ngemping

May 10, 2017

Buat yang hobi traveling atau jalan-jalan keliling kota baik di dalam negeri maupun di luar negeri pasti sering menemukan hal-hal unik sepanjang kegiatan, entah itu dari orang-orangnya, kulturnya, makanannya, transportasi umumnya, fasilitas umumnya, dan lain sebagainya. Penginapan bisa jadi masuk di lain sebagainya, banyak dari pelancong yang justru menemukan pengalaman menarik pada saat penginapan, bisa di hotel berbintang, penginapan murah ala backpacker atau saat sedang menggelandang di stasiun atau terminal. 

Saya juga punya pengalaman menarik yang berkaitan dengan penginapan. Saya pribadi bukanlah seorang traveler sejati, hanya saja pekerjaan saya terkadang membutuhkan saya untuk datang ke lokasi-lokasi tertentu untuk mengumpulkan data yang biasanya kualitatif. Lokasi yang saya datangi tidak juga terpencil sehingga saya harus mendirikan tenda dan tidur beralas tanah. Tapi, kadang saya harus datang di suatu lokasi yang tidak memiliki fasilitas penginapan sehingga harus menumpang di rumah warga lokal yang berbaik hati atau pergi jauh beberapa kilo untuk tiba di pusat keramaian yang memiliki fasiltas penginapan walaupun kadang kondisinya ala kadarnya dengan harga lumayan mahal.

Kejadian ini baru saja saya alami, saya ditugaskan untuk mengumpulkan data kualitatif terkait konflik tenurial (konflik lahan) di suatu desa di Kabupaten Kutai Kertanegara (saya tidak perlu menyebutkan lokasi spesifiknya ya. Hehe..). Kami sudah pernah ke lokasi itu, sebelumnya, kami tentu saja sudah membayangkan bagaimana kami akan menginap nanti, jika tidak di rumah warga, di mobil, atau kalau mujur mendapatkan penginapan. Saat itu, kami menganggap menginap di penginapan sekitar adalah opsi yang paling mewah. 

Setelah menyelesaikan pengumpulan data kualitatif untuk hari itu dan dilanjutkan keesokkan pagi, kami tentu saja berharap ada warga yang menawarkan kami tumpangan untuk menginap karena untuk kembali ke luar jaraknya puluhan kilometer dengan kondisi jalan yang lumayan aduhai atau setidaknya kami menginap di dalam mobil tapi diberi ijin untuk menumpang kamar mandi (banyak inginnya). Hanya saja, kami tidak mendapatkan tawaran itu, dalam penelitian konflik kadang kala menimbulkan rasa curiga dan masyarakat terkadang sedikit menutup diri dari orang luar (seperti kami yang dianggap orang baru). Mau tidak mau, kami kembali ke luar, pusat keramaian (di pusat kecamatan) untuk mencari penginapan dengan bermodal informasi dari penduduk desa, penginapan terbaik yang ada di sana (menurut penduduk desa yang kami kunjungi).

Malam itu, sekitar pukul 21.00 kami tiba di penginapan setelah makan malam. Penginapannya cukup bagus, desainnya seperti rumah kontrakan yang berjajar, dengan teras di bagian depan dan tanaman yang rapi. Awalnya kami cukup lega menemukan penginapan dengan tampilan terbuka seperti ini, biasanya tampak seperti rumah kosan kalau lokasinya di desa. Kami mulai memasukkan barang bawaan kami ke dalam kamar dan memeriksa kondisi kamar. Disinilah kami mulai menemukan kejadian menarik.

Saat itu saya membuka kamar mandi dan menemukan sebuah kapsul di tepi toilet, warnanya setengah merah dan setengah putih juga puntung rokok setengah pakai di dinding toilet.  Teman saya memeriksa handuk yang disediakan dan handuknya berbau pesing. Pikiran buruk tentu saja muncul di dalam kepala saya. Kemudian saya memerika tempat tidur yang diberi sprei. Duh! mungkin spreinya sudah tidak diganti beberapa lama karena ada spot noda coklat di beberapa tempat. Makin buruk pikiran saya. Teman saya menyarankan untuk membuka sprei pada kasur. Sprei, bantal, guling, dan selimut kami sisihkan di dekat dinding kamar. Saat kami selesai membuka sprei, kondisi kasur tanpa sprei justru lebih mengerikan.


Akhirnya kami menurunkan kasur lapisan atas untuk tidur di lapisan bawah yang permukaannya keras seperti tidur di atas kayu. Tapi hal ini lebih baik dibadingkan harus tidur di atas kasur bernoda (entah noda apa). Malam itu kami tidur dengan sleeping bag dan jaket lapangan waterproof. Untung saja kami masih membawa sleeping bag dan jaket lapangan. Jujur saja, baru kali ini saya tidur di dalam kamar dengan persiapan seperti tidur di dalam tenda. Kami jadi berpikir, kondisi tidur di dalam mobil yang diparkir di depan masjid (untuk akses toilet) jauh lebih nyaman dibandingkan menginap di penginapan ini. 

Pelajaran buat kami, berikutnya jika ada kegiatan mengumpulkan data di lokasi baru yang lumayan jauh dari perkotaan, sebaiknya membawa perlengkapan, seperti : kasur angin, alas kain, bantal, selimut (loh.. loh...). Mungkin juga buat teman-teman yang punya niat melancong ke lokasi-lokasi seperti ini, setidaknya jangan lupa bawa sleeping bag (yang sudah biasa melancong pasti sudah punya persiapan yang lebih baik dibanding saya). 

Baru kali ini saya merasakan nginap rasa ngemping. Ternyata gak seru ya! :)




You Might Also Like

0 comments