Pak Janggut dan Mimpi Bertualang Keliling Dunia

May 14, 2017

Untuk mereka yang lahir di awal atau pertengahan tahun 1980-an dan merupakan pembaca Majalah Bobo, tentu tidak asing dengan cerita bergambar "Pak Janggut". Saya tidak ingat kapan saya bisa mulai ikut membaca cerita yang muncul setiap minggu di Majalah Bobo ini, tapi jelas bahwa kisah-kisah pengembaraan Pak Janggut meninggalkan kesan yang mendalam bagi saya.
 
Komik Pak Janggut yang diterbitkan bersambung dalam Majalah Bobo ini adalah terjemahan dari komik seri Belanda yang berjudul Douwe Dabbert karya ilustrator Piet Wijn dan penulis naskah Thom Roep. Di Belandanya kisah-kisah Pak Janggut diterbitkan bersambung dalam majalah mingguan Donald Duck Weekblad dari tahun 1975 hingga 2001. Dalam Bahasa Inggris, komik Pak Janggut dikenal sebagai The Journeys of Danny Doodle (Wikipedia). 

Dua tahun lalu, saya menemukan link yang mengarahkan pada file PDF semua kisah Pak Janggut. Saya girang sekali ketika menemukannya dan langsung mulai mengunduhnya. Hingga kemudian diingatkan oleh Ayahnya Alif bahwa sembarangan mengunduh di Jerman bisa terkena denda hingga 2000 Euro! Hingga beberapa hari yang lalu, tiba-tiba saya teringat kembali kisah Pak Janggut dan mencari-cari file PDF nya online. Sayang sekali linknya sebagian besar sudah tidak aktif. Untungnya, ada seorang teman yang menawari saya untuk mengirimkan file digital komik Pak Janggut. Horee :D


Pak Janggut adalah seorang kakek pengelana berbadan pendek mirip kurcaci yang senang mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah dia datangi. Pak Janggut berkelana ditemani oleh buntelan ajaib yang selalu bisa mengeluarkan benda apapun yang saat itu sedang dibutuhkan olehnya. Buntelan itu sendiri merupakan warisan dari kakeknya, yang beristrikan seorang penyihir. Buntelan ini salah satu benda yang paling mengesankan buat saya, terutama karena di saat-saat Pak Janggut lapar, dia selalu bisa mengeluarkan makanan dan minuman yang tampak super lezat! Bayangkan saja jika kita mempunyai buntelan ajaib seperti punya Pak Janggut, tak perlu lagi kita pusing mikirin packing barang-barang jika hendak bepergian. Dalam perjalanannya Pak Janggut seringkali mampir di berbagai penginapan mungil khas Eropa jaman dahulu, yang tampak misterius namun hangat. Sungguh menimbulkan rasa penasaran saya waktu kecil dulu.

Di setiap kisahnya mendatangi tempat-tempat baru, Pak Janggut selalu mengalami peristiwa aneh yang memerlukan campur tangannya. Seringkali peristiwa-peristiwa itu melibatkan sihir, perampokan, dan keanehan-keanehan lainnya. Misalnya dalam cerita kesukaan saya, "Pak Janggut dan Tiga Penyihir Usil", Pak Janggut harus berhadapan dengan tiga orang penyihir jahat dan usil yang telah menguasai bukit-bukit pasir selama 50 tahun. Keberadaan ketiga penyihir tersebut menyebabkan daerah itu jadi angker dan tidak bisa dilewati manusia. Siapa manusia yang berani melewatinya, tidak akan pernah bisa kembali. Pak Janggut berjuang melawan tiga penyihir itu untuk membebaskan kakak-beradik yang hilang di sana selama 10 tahun dan dirinya sendiri. Kisah ini sungguh berkesan bagi saya karena Pak Janggut sempat singgah di sebuah penginapan yang bernama "Merpati Putih", yang sudah lima puluh tahun tidak pernah kedatangan tamu. Seru banget kan?

Tidak hanya bertualang di daratan Eropa, Pak Janggut juga bertualang hingga ke Afrika, Jepang, Siberia, dan Karibia. Dalam satu kesempatan, Batavia pernah disebut-sebut. Waktu pertama kali membacanya dulu, saya belum mengetahui bahwa komik Pak Janggut ini asalnya dari Belanda. Dalam beberapa kisah seperti "Perjalanan ke Barat" dan "Laut Menuju ke Selatan", bahkan digambarkan bendera dan kapal VOC. Dari situ saya menyimpulkan bahwa latar belakang waktu yang digunakan yaitu sekitar abad 16 Masehi, ketika kapal-kapal kerajaan Belanda dan VOC berkeliaran di samudera mencari tanah jajahan baru.

Pak Janggut selalu ditampilkan sebagai sosok orang tua yang humanis dan suka membantu siapa pun, baik itu dari kalangan kerajaan maupun rakyat jelata. Dalam "Laut Menuju ke Selatan", diceritakan bagaimana Pak Janggut kaget menemukan adanya praktek perbudakan di Scagon Baru, sebuah daerah jajahan Belanda di Pantai Barat Afrika. Pak Janggut kemudian membayar agar ketiga budak tersebut bebas dan memprotes kepada Gubernur Jenderal tentang adanya praktek perbudakan tersebut. Alasan yang digunakan Gubernur Jenderal benar-benar mewakili pembenaran orang-orang Eropa saat itu (dan mungkin hingga kini), "Kalo kami tak melakukannya, bangsa lain yang melakukannya. Orang-orang Inggris dan Portugis juga melakukannya. Kalau mereka memperoleh banyak uang, mereka akan makin kuat.. Kami hanya ikut-ikutan. Lain tidak." Huh!!

Membacanya dulu dan membaca ulang kisahnya sekarang memunculkan berbagai pemahaman baru dalam diri saya, baik itu terkait dengan latar belakang sejarah Belanda masa lalu maupun tentang hal-hal yang akhirnya menjadi minat saya. Saya lupa apakah dulu ada yang membacakan cerita Pak Janggut ini untuk saya ataukah saya baca sendiri (saat itu umur saya sekitar 4-5 tahun). Tapi saya sudah berniat memperkenalkan kisah-kisah Pak Janggut ke Alif, agar dia sedikit mengenal bacaan ibunya waktu kecil. Saat saya membaca kembali kisah-kisahnya beberapa hari terakhir ini, dia mulai bertanya-tanya: "Ibu, kamu baca apa?". Dan sayapun mulai sedikit demi sedikit membacakan untuknya kisah-kisah yang mengasyikkan ini...

*untuk yang tertarik membaca boleh japri alamat e-mailnya ke kami :)

You Might Also Like

8 comments

  1. Mauuuu dong dikirimin pak janggut juga. Kayaknya waktu aku baca bobo nggak ada pak janggut, tapi sering dengar dari sepupu aja

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleeh..apa e-mailnya Rinda?

      Mungkin waktu Rinda baca, Pak Janggutnya udah tamat ceritanya :)

      Delete
  2. saya mau saya minat sangat
    Ketauan generasinya :-)
    simply.imma@gmail.com

    ReplyDelete
  3. Minta dong
    aon_tjhia88@yahoo.com
    maksih banyakkk

    ReplyDelete
  4. Please kirimkan yah kopinya ke email saya topan_80@yahoo.co.id
    Terimakasih banyak, saya selalu kagum dengan jembatan pak Janggut yang berupa pelangi. Setiap lihat pelangi saya ingat pak Janggut.

    ReplyDelete