Demo Taksi, Pilih Mana?

April 04, 2016

Pagi itu, Saya menemani Si Sulung ikut Bapaknya ke Stasiun untuk bekerja. Sudah beberapa hari belakangan, Sulung ngidam mau naik taksi. Beberapa kali itu pula saya beralasan aneka macam saat Sulung mulai membahas soal keinginannya tersebut. Sulung yang kini berusia balita tentu sudah mulai banyak keinginan ini itu dan bisa mendadak tantrum bila mood dan situasinya mendukung. Triliunan sabar tentu harus dimiliki oleh para Ibu di dunia yang punya balita. Ya dong? 😅



Taksi telah menjadi moda transportasi favorit keluarga kami untuk berpergian ke tempat yang agak jauh semenjak saya hamil tua. Terus terang, menjadi perempuan berperut besar dengan menggandeng balita sambil naik turun angkot sangatlah sulit. Bok! Cobain deh bawa backpack di depan sambil gandeng balita. 😛 Meski commuterline tetap pilihan nomor satu, tapi taksi tak bisa dipungkiri masih bertengger di posisi dua.

Beberapa saat lalu, para taksi konvensional mogok massal di Jakarta. Mereka bersuara bahwa rejeki terasa tambah seret ketika taksi berbasis aplikasi mulai digemari masyarakat sehingga menuntut penutupan taksi yang tidak berijin tersebut. Kondisi hari itu chaos bagai civil war. Sasaran bukan hanya taksi berbasis aplikasi yang menjadi musuh utama, awalnya. Tapi juga ojeg online dan sesama taksi yang tetap mengangkut penumpang dianggap tidak solider. Bahkan Ibu dan balita yang menjadi penumpang disuruh turun secara paksa. Andai mereka tahu. Amarah lantas tak akan membuat masyarakat bersimpati, tapi justru antipati.

Sebagai seorang Ibu, saya kerapkali mengajak anak mencicipi aneka moda transportasi umum. Dari yang murahan macam metromini, angkot, ojeg, commuterline, hingga taksi. Semua tergantung isi dompet. Dan menurut saya, taksi konvensional seharusnya tak perlu khawatir dan melihat teknologi sebagai peluang. Rejeki ga bakal lari kemana. Tuhan pasti sudah menuliskannya di garis tangan umatnya.

Di Bandara atau Mall, contohnya, antrean taksi konvensional masih panjang. Buat para Ibu yang tengah menggandeng balita, pasti sulit bila harus buka gadget, otak atik aplikasi, dan pada saat yang sama harus mengawasi bocah. (kecuali bawa nanny yaaa...)  Makanya lebih praktis berdiri sambil mengantre, menunggu taksi tiba.

Bila para supir taksi mau mengeluh, hendaknya mereka melihat supir metromini/kopaja, bajaj, atau angkot yang sudah lebih dulu merasakan dan kian tergeser oleh teknologi. Eksistensi moda transportasi umum konvensional bisa tetap terjaga dengan kreativitas dan inovasi pelayanan. Bikin donk taksi ramah balita yang ada car seat-nya, mainan anak, lagu anak, atau interior taksi dibuat lebih catchy buat anak-anak. Dijamin emak-emak bakal ngantre order taksi macam itu. Hehehe..atau simpelnya, cukup sopir yang ga mengeluh menghadapi balita tantrum, buat para ibu itu sudah sangat membantu.


Jadi, para supir angkutan tradisional, ubahlah mindset kalian. Ga perlu takut akan teknologi. Manusia tetaplah manusia, yang punya hati nurani, tak akan kalah oleh teknologi. Masih banyak ibu-ibu di luar sana yang mau berpergian dengan angkot, metromini, dan ojeg pangkalan. Selain ramah di kantong, tak ada salahnya sedikit berbagi rejeki dengan mereka yang tak memegang gadget.. ☺️

You Might Also Like

0 comments