Kartini, Perempuan pada Masa Itu

April 16, 2017


Perantara itu bernama Kartini. Setelah berminggu-minggu mogok menulis, buntu, ditambah ritme pekerjaan kantor yang semula membosankan menjadi lebih cepat karena perubahan pimpinan. Zona nyaman itu membawa saya pada rutinitas nan gelap, tak melahirkan penerang. Hingga akhirnya ide dalam otak ini pecah juga.

Kebuntuan yang pecah akhirnya membawa saya menulis di sini. Menemukan beberapa ajakan kepada para pembaca Jejak Katumbiri untuk turut menikmati film Kartini.

Kartini adalah film teranyar besutan sutradara Hanung Bramantyo. Entah kerasukan apa hingga Ia, menurut saya, berhasil membawa para penonton ke masa dimana Kartini dibesarkan. Hanung adalah seorang pria yang menggambarkan sudut pandang maskulinitas dalam film ini. Kehidupan khas patriarki pada masa itu digambarkan cukup 'ditentang' oleh Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, ayah Kartini. Pertentangan batin Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat diperlihatkan dengan luwes oleh Deddy Sutomo saat harus menghadapi segala tindak tanduk Trinil, anak gadis ndablek kesayangannya.

1. Kartini, Film Biografi Sejarah Nan Menghibur
Pascamenonton, saya lantas merasa kurang mbaca sejarah. Bisa-bisanya saya tak pernah tertarik untuk membaca surat Kartini yang membawanya menjadi pahlawan nasional. Dan kini lewat film Kartini, saya kembali mempelajari sejarah kelam Indonesia pada jaman penjajahan lampau. Menonton film ini memberikan satu pengalaman baru yang tak ada dalam pelajaran sejarah di bangku sekolah dulu. Pengalaman visual yang sungguh menghibur. Membayangkan berada pada abad ke-19, melihat bagaimana tradisi pingitan perempuan Jawa, dan ragam keindahan visual lainnya yang sungguh memanjakan mata.

Hanung Bramantyo seakan tengah memberikan pelajaran sejarah perjuangan perempuan di Indonesia. Upaya keras yang tentu perlu mendapatkan acungan jempol. Tak mudah merekonstruksi apa yang terjadi pada masa itu, ratusan tahun lalu..

2. Indahnya Kebaya het Klaverblad
Sepanjang film diputar, mata saya tak bisa lepas dari kebaya-kebaya anggun yang dikenakan trio het Klaverblad (Trio Kartini, Kardinah, dan Rukmini). Dari mulai kebaya putihnya yang simpel hingga kebaya bludru beraksesoris emas. Semuanya indah! Termasuk kebaya milik R.A. Moeryam, Ibu Tiri Kartini keturunan Raja Madura, begitu cantik.

Setelah ini, diprediksi kebaya model begini bakal segera banyak beredar di ajang kondangan. Salah satu hot item yang bakal nangkring cantik di lemari baju. Lihat saja film belum tayang resmi, beberapa hari lalu salah satu merek online shop di Instagram sudah menjual Kebaya Kartini Peplum. Sungguh jeli melihat peluang..

3. Perempuan itu Kuat
Sedari dulu, perempuan sungguh ditempa berbagai cobaan. Nampak jelas dalam film ini bagaimana pergulatan Kartini muda yang dipingit sambil menunggu jodoh tiba, Ngasirah, ibu Kartini, yang rela dipanggil jongos oleh anaknya, R.A. Moeryam (diperankan sangat jutek oleh Djenar Maesa Ayu) yang rela berbagi kasih, perempuan-perempuan desa yang buta huruf, dan sebagainya. Film Kartini mengajarkan bahwa perempuan selayaknya tak menyerah pada kodrat tapi memperjuangkan setiap hak yang dimiliki agar sejajar dengan laki-laki, tak peduli siapapun itu.

Menonton film ini seakan membawa saya kembali ke masa kecil. Pola asuh orangtua yang tak setara antara saya dan adik laki-laki menjadikan saya kecil bercita-cita menjadi pria saat dewasa kelak. Hingga saya mengenal buku diary dan tulisan pula yang menjadikan saya tetap waras menghadapi kejamnya dunia. Film inipun berhasil membuat saya mewek sepanjang film. Ah! Kartini, engkau memang pantas menjadi sesuatu. Karena pikiran tak boleh terpenjara. 

"Sing Kuat, Ni.."

4. Lewat Tulisan Bisa Terbang ke Belanda
Pingitan bahwasanya adalah penjara bagi Kartini dan kedua adiknya. Adalah Sosrokartono yang memberikan kunci bagi jiwa yang ingin bebas. Buku-buku miliknya membawa Kartini terbang ke Belanda saat membaca sebuah novel berjudul Hilda Von Suylenberg karya Cecile de Jong tentang seorang pengacara perempuan yang sudah berumah tangga.

Kartini seolah-olah tengah menyaksikan sebuah pengadilan di Belanda dari balik jendela kamar pingitannya. Visualisasi korespondensi Kartini dengan Stella ditampilkan seakan tengah berada bersama lawan bicaranya di Belanda, di depan kincir angin.

Ya, penjara memang hanya mengurung fisik seseorang. Bukan jiwa dan pikirannya. 

"Tubuh bisa habis terbakar kayu, tapi pikiranmu tetap abadi," ucap Kartono kepada adik kandungnya, Kartini, sebelum pergi ke Belanda.

5. Kartini Terpesona Al-Fatihah
Kartini seorang muslimah dan terpesona saat seorang Kyai dalam acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, yang juga pamannya. Ada satu adegan mengharukan dan nyes dimana Sang Kyai memberikan ceramah tentang tafsir Al-Fatihah yang membuat Kartini tertegun hingga akhirnya menemui Sang Kyai lepas pengajian.

"Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku," ujar Kartini.

Kartini melanjutkan; "Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"

Sebagian umat Islam, menurut Sang Kyai, hanya ingin (Al-Quran) dalam bahasa Arab tanpa mengetahui lebih jauh maknanya. Hal ini sungguh relevan dengan keadaan kini, dimana banyak orang menyebarkan informasi dengan begitu mudahnya, tanpa mengetahui lebih jauh maknanya.

Ah, sudah ratusan tahun terlewati. Tapi tetap tak banyak berubah..

You Might Also Like

5 comments

  1. Ajak anak perempuan dan ponakan boleh juga nih ya teh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Niken..

      Ajak suami dan saudara laki-laki sekalian.

      Hihihi..biar lebih memahami penderitaan perempuan. :p

      Thanks udah berkunjung, Mama Sya.

      Delete
  2. Bagus ya teh tat? Pengin nonton. Dan baru tau yg cerita Al-Fatihah teh...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih mbak Suci.. :)

      Bagus banget kata aku mah. Dan baru tau juga soal Al-Fatihah ini setelah menonton.

      Delete
  3. Sayangnya kartini cuman tayang sebentar di studio xxi..disitu saya merasa sedih.. kalau saja lebih lama tayang masih banyak yang bisa meyaksikan tokoh bersejarah dalam versi layar lebar

    ReplyDelete