Yogyakarta : The Never Ending Asia
April 04, 2014
Yogyakarta. Kota yang diberi julukan, The beating heart of Javanese culture oleh Lonely Planet. Kota ini menjadi
begitu berkesan dan menimbulkan banyak kenangan lucu saat saya menjadikannya
sebagai tujuan saya dan ketiga kawan saya untuk mencoba jalan-jalan murah a.k.a
low budget traveling.
Saya memulai perjalanan dengan menaiki kereta api kelas
ekonomi dari Stasiun Kiara Condong Bandung menuju Yogyakarta, tiketnya
terbilang sangat murah, saat itu harganya hanya 21.000 rupiah (tahun 2008).
Harga tiket yang murah memang sesuai dengan kondisi di dalam kereta, panas,
berdesak-desakan, penuh asap rokok sepanjang perjalanan, banyak pedagang,
pengemis yang agresif, pencuri, dan penumpang lain yang gak sopan. Kabarnya
saat ini semua kereta ekonomi sudah ber-AC dan pedagang dilarang masuk kereta.
Pastinya kondisi kereta ekonomi pun lebih nyaman daripada waktu saya naik dulu.
Hari masih subuh saat kami tiba di Stasiun Yogyakarta. Just for Your Information, sebaiknya
jangan menginap di penginapan yang letaknya tepat di depan stasiun kereta,
bukan karena penginapannya yang kotor tidak terawat atau mahal. Penginapan di
depan stasiun biasa digunakan untuk berkencan.
Teman saya tidak bisa tidur karena mendengar suara orchestra di sepanjang malam sehingga kami memutuskan untuk
pindah penginapan. Alternatifnya, penginapan di sekitar malioboro, penginapan
di lokasi ini memberi kemudahan dalam
mencari makanan, hiburan, dan transportasi menuju tempat-tempat wisata lainnya
karena adanya bus Transyogya.
Selama perjalanan saya yang singkat, 4 hari 3 malam, saya
hanya sempat mengunjungi beberapa lokasi wisata di Kota Yogyakarta, hampir semuanya
bisa dicapai dengan menggunakan bus Transyogya.
Malioboro
Malioboro memang ikonik bagi Yogyakarta, berbagai fasilitas
wisata termuat di sepanjang jalan ini. Mulai dari tawaran barang pedagang kaki
lima, toko oleh-oleh, istana kesultanan, Benteng Vradeberg, dan lainnya. Saat
musim liburan, biasanya banyak hiburan yang ditawarkan. Pada saat saya
mengunjungi Yogya, sedang ada pameran lukisan di kawasan ini, pameran buku dan
juga festival music jazz. Semuanya free!
Jogja Art Fair (2008)
Alun-alun Yogyakarta
Alun-alun dengan dua pohon beringinnya, menjadi istimewa dan
banyak dikunjungi orang karena adanya mitos, bahwa siapapun yang mampu berjalan
lurus melewati dua pohon beringin yang terdapat di alun-alun ini berarti akan
bersatu dengan orang yang disukai dan dicintai. Mitos ini memang terkesan tidak
masuk akal, tapi kegiatan ini layak untuk dilakukan sekedar untuk lucu-lucuan
bersama teman-teman. Serius deh, memang susah sekali berjalan lurus melewati
kedua pohon beringin dengan mata tertutup. Try
it!
Taman Sari
Saya hampir tersesat saat mencari lokasi wisata taman sari,
hal ini dikarenakan lokasinya sudah tertutupi oleh pemukiman padat penduduk. Kondisinya
juga kurang terawat, padahal banyak hal yang bisa dinikmati baik dari bentuk
arsitektur bangunan dan peruntukkan dari tiap bangunan. Dua hal yang masih
terlihat jelas adalah pemandian, yang konon digunakan oleh raja dengan istri
dan putri-putrinya serta bangunan berbentuk cincin yang disebut Sumur Gumuling.
Bangunan yang bentuknya lingkaran ini mampu membuat pengunjung berputar-putar
di dalamnya, saya dan kawan-kawan mengalami hal ini sampai kami menemukan
pemandu yang memberitahukan arah jalan keluar. Pemandu mengatakan bahwa
pengunjung tersesat di area ini adalah hal biasa. Menyeramkan :))
Lokasi Pemandian Raja dengan Istri-istrinya
Museum Monumen Yogya
Kembali
Museum ini terletak di sebelah utara Kota Yogyakarta dan
dapat ditempuh dengan menggunakan bus transyogya, cukup sekali jalan dari
Malioboro. Museum ini didirikan sebagai monumen peringatan peristiwa ditariknya
tentara Belanda dari Yogyakarta yang saat itu menjadi ibukota RI. Banyak
informasi yang disediakan di tempat ini, hanya saja saya merasa tempat ini
seperti kekurangan pemandu.
Candi Prambanan
Kompleks candi yang menurut legenda adalah bukti cinta
Bandung Bondowoso terhadap Roro Jonggrang sempat saya kunjungi pada sore hari
menjelang senja. Saya menuju Prambanan dengan bus transyogya setelah selesai
mengunjungi Museum Monumen Yogya Kembali. Suasana sore di Prambanan menambah
keindahan kompleks bangunan candi ini. Berbagai relief menghiasi badan
candi-candi, butuh seorang pemandu untuk menceritakan kisah yang berusaha
disampaikan relief-relief ini. Saya pikir memang penting untuk menyewa pemandu
untuk membantu kita memahami dibanding hanya sibuk mengambil foto-foto Prambanan.
Oia, saat senja hari, rusa-rusa yang terdapat di dalam kompleks bangunan candi
juga dilepaskan, lumayan seram saat melihat puluhan pasang mata rusa-rusa itu
mengamati saya saat menuju pintu keluar :D
Parangtritis
Lokasi wisata yang satu ini, lokasinya lumayan jauh dan tidak
dapat ditempuh dengan menggunakan bus transyogya. Saya melihat Parangtritis
sebagai padang pasir yang berdekatan dengan pantai. Gundukan-gundukan pasir
yang terhampar luas ini biasa disebut gumuk. Katanya, padang pasir seperti ini
hanya satu-satunya di Indonesia. Untuk pantainya, saya rasa bukan untuk dipakai
berenang karena ombaknya tinggi dan terkesan galak. Saya tidak tahu, apakah
biasanya dipakai berenang atau tidak. Yang jelas pemandangan senja di
Parangtritis bagus sekali.
Parangtritis menjadi lokasi wisata terakhir yang saya
kunjungi di Yogyakarta, banyak tempat yang belum saya kunjungi. Salah satu
tempat yang saya sesali tidak sempat dikunjungi adalah Museum Affandi, museum
dari pelukis terkenal Indonesia yang beraliran ekspresionisme. Bukannya karena saya
mengerti seni lukis, tapi ya.. sayang sekali :(
Sebenarnya, tidak hanya tempat wisata yang ditawarkan Kota
Yogyakarta, berbagai panganan juga ditawarkan mulai dari yang murah sampai yang
mahal. Kalau saya sih masuk dalam golongan penikmat kuliner kaki lima jadi saat
di Yogya saya sempatkan untuk makan Gudeg Yogya, Nasi Pecel Yogya, Angkringan
Yogya, dan Kopi Arang Yogya. Sebenarnya masih bisa dinikmati seandainya waktu
dan uang mendukung perjalanan saya :D
Yogyakarta memang
sesuai dengan slogannya, Never Ending Asia.
0 comments