Mengintip Atmosfer Belanda Abad ke-18
April 27, 2014Ketika tinggal di negara orang, seringkali
kita bertemu dengan keluarga Indonesia lainnya dan menganggap mereka sebagai
tempat kembali ketika lelah dengan rutinitas atau ketika rindu kampong halaman.
Saya pun demikian. Banyak sekali keluarga baru yang saya temui saat saya
tinggal di Belanda untuk melanjutkan studi. Ditengah-tengah penatnya proses
penyusunan tesis, salah satu keluarga Indonesia yang saya kenal dekat mengajak
saya untuk menjadi turis sehari di Amsterdam. Salah satu tempat yang kami
kunjungi saat itu adalah Zaanse Schans, Belanda versi abad ke-18.
“Gaya pengantar susu dan keju zaman Belanda
kuno”
Letak Zaanse Scahns cukup jauh dari desa
tempat saya tinggal di Utara Belanda, sekitar 2-3 jam perjalanan. Ketika itu
saya mendapat tumpangan gratis menggunakan mobil pribadi. Dengan kendaraan umum,
Zaanse Schans dapat dicapai dengan bus dari stasiun Amsterdam Centraal
kira-kira selama 50 menit. Atau bisa juga naik kereta sampai Stasiun
Koog-Zaandijk dan dilanjutkan dengan jalan kaki sekitar 15 menit.
Kebiasaan orang Belanda atau orang yang
tinggal di daerah dengan cuaca yang dapat berubah dalam hitungan menit,
memperhatikan ramalan cuaca adalah hal pertama yang perlu dilakukan jika merencanakan
kegiatan di luar rumah. Kami juga
tentunya sudah mengecek jauh-jauh hari ramalan cuaca, dan saya rasa ratusan
pengunjung yang datang pun telah melakukan hal yang sama. Zaanse Schans lumayan
ramai, saat itu ada antrian yang panjang di loket pembelian tiket. Seperti
memasuki tempat wisata lainnya, pengunjung dikenakan biaya masuk. Tetapi tenang
saja, biayanya masih terjangkau oleh mahasiswa dan tidak membuat kantong
kering.
Dari banyaknya pengunjung yang mengantri di
pintu masuk, Zaanse Schans tampaknya selalu ramai. Bermacam-macam bahasa serta
aksen saya dengar dari obrolan para pengunjung. Selain karena lokasinya yang
berada tak jauh dari Amsterdam, saya rasa pemandangan khas kincir angin serta
suasana tradisionalnyalah yang sering dicari oleh para turis, khususnya turis
asing seperti saya.
Hal pertama yang saya perhatikan di Zaanse
Schans adalah unsur kayu yang dominan dengan warna hijau dan merah. Jejeran
rumah kuno dan kincir angin tertata rapi dan teratur, namun masih berkesan
alami. Tidak lupa sungai-sungai kecil dan hamparan rumput hijau. Seperti berada
di dalam film-film pedesaan Eropa zaman dulu. Kincir anginnya masih berfungsi lho,
bukan hanya sekedar pajangan.
Hal menarik yang sayangnya saya lewatkan,
Zaanse Schans tidak hanya menyajikan pemandangan yang menawan mata, namun juga menawarkan
kesempatan untuk melihat proses pembuatan klompen (sepatu kayu Belanda), keju, dan
berbagai produk khas Belanda lainnya. Selain itu, di komplek Zaanse Schans juga
terdapat museum jam, museum roti, hingga museum Albert Heijn (supermarket yang berdiri sejak tahun 1887) yang dapat menjadi
pilihan para pengunjung untuk menambah pengetahuan tentang Negeri Belanda.
Di depan rumah tradisional yang dijadikan
museum pembuatan klompen, disediakan properti klompen raksasa yang biasa
menjadi tempat berfoto para turis. Setelah menunggu giliran dan sedikit berebut
dengan turis anak-anak, akhirnya saya bisa juga mencoba menaiki klompen
raksasa. \\^_^//
“Bersama klompen”
Spot khusus permainan tradisional pun
memiliki daya tarik tersendiri. Permainan yang ditawarkan adalah permainan
tradisional yang juga biasa kita temui di Indonesia, seperti egrang. Ketika
kecil dulu, rasanya berjalan dengan egrang tidaklah sulit. Namun ketika saya
mencoba egrang di usia saya, ternyata tidak segampang yang saya kira
sebelumnya.
Pemandangan lazim yang biasa saya temui ketika saya berkeliling Belanda adalah banyaknya Opa dan Oma (kakek dan nenek), baik di tempat-tempat umum ataupun tempat wisata. Pemerintah Belanda memang melanjutkan para Opa dan Oma untuk terus beraktivitas, sehingga berbagai fasilitas publik pun dibuat agar dapat mendukung kegiatan para Opa dan Oma. Zaanse Schans dengan suasana yang menyejukan dan pemandangan yang memanjakan mata juga menjadi tujuan Opa dan Oma untuk beraktivitas. Lihat saja, saya berhasil mencuri foto pasangan Opa dan Oma yang asyik menikmati pemandangan kincir angin di Zaanse Schans.
Saya rasa Zaanse Schans dapat menjadi pilihan
untuk menyegarkan pikiran dari rasa penat. Zaanse Schans pastinya akan saya
datangi kembali jika saya ke Belanda, karena museum-museum di dalamnya masih
menunggu untuk saya kunjungi. Terima kasih pada Om Ron, Tante Eti, dan Tante
Sarah untuk waktu dan kebaikannya memberikan kesempatan menjadi turis sehari di
Amsterdam. Tot gauw!!!
0 comments