Mampir ke Kota Tua Manila, Intramuros

June 14, 2020

Kali ketiga mengunjungi Filipina, tepatnya ke Manila pada akhir Juni 2018, akhirnya Saya berkesempatan mengunjungi Intramuros, alias Kota Tua Manila. Seperti Indonesia, Filipina juga pernah menjadi wilayah koloni negara Barat, yaitu Spanyol (1565-1898) dan Amerika Serikat (1898-1946). Intramuros yang berarti "di dalam tembok", merupakan pusat pemerintahan Spanish East Indies ketika masa penjajahan Spanyol. Sementara itu, daerah di luar tembok kotanya disebut "extramuros" (di luar tembok). 

Setelah mengunjungi apartemen seorang teman di Quezon City, kami bergegas menuju Intramuros menggunakan taksi. Intramuros terletak tidak jauh dari Teluk Manila, yaitu di kawasan Metro Manila. Karena saat itu masih pagi di Hari Minggu, lalu lintas agak lengang dan kami meluncur tanpa tersendat. Masih ada waktu beberapa jam sebelum kami berangkat ke bandara, untuk kemudian kembali ke Jakarta. 

Gereja Katedral Manila


Di Intramuros yang luasnya sebesar 0,67 km persegi ini, terdapat beberapa banguan bersejarah, diantaranya: Gereja Katedral, Gereja San Agustin dan Fort Santiago. Sebagai pecinta sejarah berjiwa jadul (bahasa keren: old soul), berkunjung ke Intramuros dan sekitarnya menimbulkan sensasi kegembiraan tersendiri. Begitu tiba di distrik Intramuros, kami bergegas menghampiri bangunan tua terdekat, yaitu Gereja Katedral Manila. Katedral ini pada awalnya merupakan sebuah gereja paroki di Manila di bawah Keuskupan Agung Meksiko pada 1571, sampai menjadi keuskupan terpisah pada 6 Februari 1579. Saat itu di dalam Katedral cukup ramai dengan turis, maupun dengan umat yang akan beribadat. Beberapa sudut Katedral dimanfaatkan juga sebagai tempat pameran. 

Selepas dari Katedral, kami segera menuju ke Fort Santiago (benteng pertahanan), salah satu bangunan utama di Intramuros yang dibangun tahun 1593. Di area Fort Santiago terdapat Rizal Shrine Museum yang menampilkan paparan sejarah Revolusi Filipina 1898 serta kisah perjuangan pahlawan kemerdekaan José Rizal, yang dieksekusi oleh Spanyol ketika masih berusia 35 tahun. Rasa miris menyelinap di hati saya ketika membaca kisah José Rizal, yang nasibnya tak jauh berbeda dari para pribumi Indonesia pada masa itu.

Dari museum, kami lalu mengelilingi bagian luar Fort Santiago yang menghadap ke laut, sambil melihat-lihat ruang-ruang tersembunyi yang salah satunya dimanfaatkan sebagai ruang menonton film sejarah Filipina. Salah satu ruang bawah tanah juga dimanfaatkan untuk pameran hasil kompetisi lego tingkat mahasiswa. Wuih..keren-keren. Para mahasiswa itu membuat miniatur bangunan bersejarah dan kendaraan khas Filipina dari lego, loh!

Gerbang Fort Santiago 


Sebelum pulang, saya naik ke bagian atas Fort Santiago agar bisa menikmati pemandangan dari tempat yang agak tinggi. Ternyata daerah Metro Manila di luar komplek Intramuros terlihat agak kumuh juga..hehe..terutama bagian pinggir lautnya. Meskipun begitu, saya kagum melihat bagaimana Intramuros dikelola sehingga menjadi tempat wisata yang bersih, rapi dan tetap menampilkan nilai-nilai sejarah masa lampau. Mau tak mau saya jadi membandingkan Intramuros dengan Kota Tua Jakarta, yang dalam ingatan saya agak semrawut. Tapi ah, sudahlah.. Jakarta juga punya banyak kelebihan kok :). 





You Might Also Like

0 comments