Segelas Kopi dalam Gaya Hidup Kekinian

June 20, 2018


Saya mungkin satu dari sekian banyak orang yang suka dan rajin minum kopi tapi gak paham tentang kopi.  Perkenalan saya dengan kopi (sachet) dipicu oleh tuntutan ngelembur dalam rangka mengerjakan tugas sekolah kemudian tugas kuliah, terutama tugas kuliah. Pada saat itu, sepertinya kafe penyedia kopi belum menjamur seperti sekarang. Si kopi dengan brand perempuan duyung itu pun belum buka gerai di Indonesia, jadi kalau pengen ngopi ya beli kopi sachet atau minum kopi di warung kopi (yang ini biasanya dilakukan oleh para cowok-cowok, minum kopi-ngerokok-ngobrol).

Beda dengan dulu, ngopi saat ini tidak sekedar mencari efek kafein buat mata melek tapi lebih pada gaya hidup, kopi sebagai pelengkap pergaulan. Saat kita butuh untuk hangout, bercerita ngalor-ngidul dengan teman, klien, dsb yang kita cari kafe yang menyediakan kopi dengan suasana kafe yang cozy dan tidak kalah penting menyediakan wifi bagi pelanggannya.

Kafe penyedia kopi kemudian tumbuh menjamur di kota-kota Indonesia, mulai dari yang bermerk internasional hingga kafe kopi lokal. Sebenarnya budaya minum kopi juga bukan hal baru di Indonesia, saat penjajahan kolonial Belanda,  kopi menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia (Hindia-Belanda) yang terkenal di daratan Eropa, bahkan sampai saat ini kopi asal Indonesia masih dianggap menjadi salah kopi dengan cita rasa terbaik walau jumlah ekspornya dikalahkan negara lain, seperti Vietnam dan Brasil.

Kopi asal Priangan adalah salah satu kopi Indonesia yang kualitasnya terkenal di dunia karena dulu jadi tempat perkembangan kopi di Indonesia oleh penjajah kolonial Belanda. Ada kebiasaan pada saat orang luaran sana pengen ngopi mereka bakalan ngomong, lets grab a cup of java saking terkenalnya kopi asal Jawa ini. Kopi asal jawa ini juga yang kemudian jadi asal kopi Sumatera (Aceh), Sulawesi (Toraja), Bali (Kintamani salah satunya) yang kemudian masing-masing kopi dari lokasi ini memiliki kekhasan rasa tersendiri (seperti keasaman) karena dipengaruhi oleh ketinggian lokasi penanaman dan juga jenis tanahnya (terimkasih Nna atas informasinya).

Balik ke kopi sebagai gaya hidup, Kota Balikpapan tempat saya menetap pun mengalami hal yang sama dengan kota lainnya di Indonesia, mengalami pertumbuhan kafe kopi lokal yang diawali oleh pembukaan gerai kopi wanita berekor duyung, untuk kota dengan populasi penduduk sekitar 600.000 jiwa saja, kopi berlogo wanita duyung itu buka gerai sampai 4 gerai (bisa saja lebih banyak karena saya tidak rajin ngemall jadi sering kurang update). Penikmat kopi di gerai ini mulai dari anak sekolahan (kalau saya dulu uang sakunya mana cukup untuk beli kopi di sini) hingga keluarga (bapak-ibu-anak) selain anak muda dan pekerja usia menengah.

Saya pribadi tidak begitu suka dengan cita rasa kopi dari gerai ini, saya merasa kopi dasarnya terasa terlalu pahit seperti gosong, tapi mungkin saja karena lidah amatir saya dalam perkopian. Maka saya mulai mencoba-coba kafe-kafe kopi yang ada di Kota Balikpapan, mungkin saja rekomendasi saya bermanfaat bagi pembaca blog ini yang mampir ke Kota Balikpapan kemudian pengen ngopi sambil ngobrol dengan teman.  Saya punya rekomendasi 3 tempat ngopi yang menyediakan kopi dengan rasa enak (walau tetap saja relatif), yang pertama adalah kafe milik pengusaha nasional Excelso (bukan kafe lokal tentu saja), favorit saya di sini tentu saja expresso blendnya. Nongkrong di kafe ini, tentu saja dapat suasana yang lumayan cozy, kenapa saya bilang lumayan, karena lokasinya di mall yang menyebabkan suasana kurang tenang, tapi tentu saja ada pendingin ruangan dan wifi. Harga yang lumayan mahal untuk kopi dan makanan pendamping (yang rasanya juga tidak terlalu nendang) mungkin jadi salah satu yang membuat saya jarang ke sini.


Tempat kedua adalah kafe lokal Ethnica, kafe ini tidak terlalu besar, suasananya cukup nyaman karena cenderung sepi dan aroma kopinya saat masuk ke dalam kafe benar-benar menenangkan, hampir semua kopi di kafe ini rasanya bersaing. Rasa makanan pendampingnya juga lumayan enak tapi harganya tidak jauh berbeda dengan kafe pertama, cukup mahal. Worth it? Menurut saja worth it worth it saja.


Sajian Kopi di Kafe Baca Kota Balikpapan

Tempat ketiga yang jadi rekomendasi saya adalah Kafe Baca, mungkin ini adalah lokasi favorit saya. Kafe ini saya ketahui paling akhir yang kemudian jadi tempat nongkrong favorit bareng teman-teman kalau lagi pengen bahas kerjaan dan bahas hal-hal lainnya. Kafe ini mengambil lokasi di bekas kantor perkumpulan jurnalis jadi gak heran kalau banyak jurnalis/wartawan nongkrong di sini. Tempatnya sederhana, kursi-kursi dan meja yang diletakkan outdoor – di taman, tanpa pendingin udara dan tanpa wifi. Harga kopi di sini cukup murah, mulai dari 10ribuan sampai 30ribuan, rasanya pun lumayan banget. Pelanggan juga ditanya, ingin kopi dasarnya robusta atau arabika?

Pilihan kafe kopi di Kota Balikpapan jelas tidak sebanyak pilihan di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung. Tapi bagi saya yang merupakan peminum kopi amatir yang tidak terlalu paham dengan kopi, budget ngopi ala kadarnya, dan menyukai suasana sederhana yang khas, keinginan saya mudah dipenuhi. Jadi bagi siapa pun pembaca blog ini, yang memiliki kesempatan datang ke Kota Balikpapan lalu ingin nongkrong ngopi-ngopi, mungkin ada baiknya tidak perlu datang ke kafe terkenal yang gerainya tersebar di seluruh Indonesia (seluruh dunia), mungkin perlu mencoba kafe-kafe lokal dengan kekhasan rasa olahan kopi dan suasananya. 

You Might Also Like

0 comments