Pasar Pandan Sari : Bernostalgia dalam Kesemerawutan

November 01, 2017

Suasana Senja di Pasar Pandan Sari Kota Balikpapan


Saya adalah termasuk salah satu dari anak-anak muda (kalau masih bisa dibilang anak muda) yang masih suka ‘main’ ke pasar. Entah kenapa saya menemukan keasikan sendiri saat mengunjungi pasar, melihat tatanan bahan-bahan makanan dan masakan, melihat hiruk pikuk kesibukan, melihat interaksi pembeli dan penjual. Bagi saya, ada hal yang menarik dengan mengunjungi pasar. Saya juga orang yang suka sekali ‘ngemil’ jajanan pasar atau bisa juga disebut jajanan tradisional, itu juga alasan saya pergi ke pasar.

Balikpapan memiliki banyak pasar tradisional, dua pasar yang paling sering saya kunjungi adalah Pasar Klandasan dan Pasar Pandan Sari. Pasar Klandasan terletak di pusat kota, tertata dengan lebih baik dengan kualitas barang yang didagangkan paling baik diantara pasar-pasar lainnya yang ada di Kota Balikpapan. Kualitas hasil laut terbaik salah satunya. Namun, tentu saja harga yang ditawarkan sedikit banyak lebih tinggi dibandingkan dengan pasar-pasar lainnya. Ada kenyamanan ada harga, mungkin bisa dikatakan begitu.

Pasar Pandan Sari berbeda, pasar ini terlihat berantakan, penjual berjualan di pinggir jalan, mulai dari berjualan ayam potong hingga ikan asin sehingga menyebabkan kendaraan susah untuk melalui jalan di sekitar pasar. Tidak hanya itu, sampah-sampah berjualan pun berserakan di jalan. Pasar Pandan Sari bisa jadi pasar teramai di Kota Balikpapan, mulai beraktivitas pada dini hari dan kembali marak penjual dan pembeli pada sore hari. Harga yang murah menyebabkan Pasar Pandan Sari menjadi pilihan banyak pembeli yang berada di Kota Balikpapan, khususnya penduduk kota di Kecamatan Balikpapan Utara dan Balikpapan Tengah. Saya termasuk orang yang rela berbecek-becek dan bermacet-macet untuk berbelanja di Pandan Sari karena memang pasar ini lengkap dan murah.

Pasar Pandan Sari pernah direnovasi agar penjual tidak lagi berjualan di jalan. Akan tetapi tidak berhasil, penjual masih tetap berjualan di pinggir jalan. Apakah ini berarti pedagangnya yang ngeyel? Bagi saya sih tidak juga, pasar pasca renovasi tampak dibuat tanpa perencanaan yang matang. Tidak memudahkan penjual untuk menjual barangnya pun tidak memfasilitasi pembeli agar mudah menemukan barang yang dicari. Bentuk bangunannya yang aneh dan tidak tepat untuk dijadikan pasar tradisional yang dimodernkan, juga saluran pembuangan air dan sampah yang tidak tertata dengan baik. Hal ini tentu saja membuat penjual tidak mau berjualan di dalam bangunan yang tidak jelas fungsinya itu.

Pasar Pandan Sari dan sekitarnya sejatinya punya potensi untuk dikembangkan lebih baik lagi. Pasar Pandan Sari terletak di kawasan pertokoan tua, bagi orang Bandung, Pandan Sari bisa mengingatkan akan kawasan Kosambi. Pernah tenar, menarik, dan kekinian di jamannya. Pertokoan-pertokoan tua yang menawarkan banyak hal mulai dari karpet, kain, sepeda anak, kelontong, plastik, bahan kue, makanan-makanan tempo dulu (sudah ada sejak ibu saya masih kecil), hingga kedai kopi jadul yang roti bakarnya selalu saya rindukan (lain kali saya akan bercerita tentang kedai kopi dan roti bakar jadul ini). Saya senang sekali dengan nuansa nostalgia di kawasan ini. Seandainya kawasan pertokoan ini direnovasi mungkin bisa menjadi salah satu lokasi one stop shopping di Kota Balikpapan. Ah tapi pasti banyak hal-hal yang menahan pemerintah kota melakukannya, seandainya pun tidak ada, mereka justru sibuk membangun bangunan-bangunan baru yang kemudian kembali terbengkalai karena sekali lagi, dibangun tanpa perencanaan dan tujuan yang jelas.

Kapan mau main ke pasar tradisional? 

You Might Also Like

0 comments