Pertengahan April lalu, ketika musim semi baru tiba di Eropa, mantan bos saya mengatakan bahwa dia ada conference di Den Haag, sekaligus harus sowan ke head office. Beliau pun menawari untuk membawakan saya makanan kesukaan dari tanah air..hiks #terharu. Akhirnya saya putuskan berangkat ke Den Haag sendiri untuk menjemput oleh-oleh, temu kangen sama mantan bos, plus jalan-jalan :D. Asyiknya, mba bos menawari saya untuk ikut menginap di hotelnya. Sipp..langsunglah saya beli tiket kereta Osnabrück-Den Haag, dengan jarak tempuh 3,5 jam, harga tiketnya 43 Euro pp.
Saya sungguh takjub melihat betapa banyaknya restoran Indonesia di Den Haag. Mulai dari tipe fine dining seperti Restoran Garoeda sampe warung sepi yang tamunya cuma saya di rumah makan Salero Minang. Restoran Indonesia pertama di Belanda yang berdiri tahun 1922 pun berada di Den Haag.
Ridderzaal, tempat dilaksanakannya peristiwa2 penting bagi Kerajaan Belanda, termasuk KMB (Indonesia sbg koloni terbesar, sangat penting bagi Belanda) |
Ketika berkeliling Binnenhof, saya menemukan berbagai papan tulisan yang familiar..seperti "tweede kammer", dll. It´s kinda weird for me..jalan-jalan di kota yang di bangun dengan jerih payah keringat nenek moyang di nusantara. Seperti melihat langsung perwujudan dari teks di buku sejarah jaman SD. Kebetulan, Den Haag ini kota pertama yang saya kunjungi di Belanda. Jadi maklumlah kalo agak-agak lebay sentimental..haha..
Dalam perjalanan singkat 1,5 hari di Den Haag, tidak lupa mampir ke Munirpad, jalur sepeda yang dimaksudkan untuk mengenang Munir Said Thalib, sang pejuang HAM Indonesia yang terbunuh tahun 2004.
Nanti saya akan kembali kesini dengan Alif, untuk menceritakan apa arti kota ini untuk tanah air Indonesia ;)
No comments:
Post a Comment